Program Studi Doktor Hukum (S3) Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) kembali mengadakan kuliah umum pada Senin, 20 Januari 2024, di Ruang 317 C. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa S3 dari berbagai latar belakang profesi, seperti politikus, akademisi, dan advokat. Kuliah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai konsep hukum yang lebih humanis serta peran Kejaksaan Agung dalam implementasinya.

Dalam sambutannya, Rektor UAI menyoroti pentingnya kajian hukum humanis bagi mahasiswa S3. Beliau mengungkapkan bahwa salah satu perspektif menarik yang dapat dikaji adalah filosofi Konfusius (Kong Hu Chu), yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan pemikiran hukum dan humanisme di Tiongkok.

Kuliah umum ini menghadirkan Jaksa Agung, Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M. (ST Burhanuddin), sebagai pemateri dengan topik “Penegakan Hukum Humanis dalam Perspektif Politik Hukum”. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan bahwa hukum yang humanis berlandaskan pada hati nurani dan bertujuan untuk menciptakan keadilan yang lebih bermakna. Selain itu, politik hukum dipandang sebagai strategi negara dalam mewujudkan sistem hukum yang adil bagi seluruh masyarakat.

Beliau juga menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pembentukan politik hukum. Prinsip tersebut yaitu 1) berlandaskan pada cita-cita bangsa, 2) bertujuan untuk mencapai visi negara, dan 3) berpegang pada nilai-nilai Pancasila, moral, hukum, hak asasi manusia (HAM), persatuan dan kesatuan bangsa, serta kedaulatan rakyat.

Dari perspektif teori hukum, ST Burhanuddin mengutip Gustav Radbruch yang menyatakan bahwa tujuan hukum mencakup keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Beliau menekankan bahwa keadilan sendiri merupakan hal yang melekat pada setiap individu, sehingga pembentukan hukum harus selaras dengan norma dan etika agar dapat mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan.

Pemateri juga menjelaskan bahwa seiring perkembangan zaman, paradigma dalam penegakan hukum mengalami perubahan yang signifikan. Dahulu, hukum lebih berorientasi pada aturan tertulis dan cenderung menempatkan manusia sebagai objek. Namun, dengan pendekatan hukum humanis, manusia kini menjadi subjek utama dalam sistem hukum. Menurut Jaksa Agung, pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk menegakkan hukum secara tegas, tetapi juga untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi martabat manusia.

Lebih lanjut, ST Burhanuddin menekankan bahwa penegakan hukum yang humanis harus berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang terkandung dalam HAM. Dalam hal ini, hukum tidak boleh hanya berpihak pada kepentingan penguasa, tetapi harus bersumber dari, oleh, dan untuk masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan penerapan prinsip keadilan restoratif, integritas moral, pemahaman terhadap dinamika sosial, serta transparansi dalam proses hukum.

Sebagai bentuk nyata implementasi hukum humanis, pemateri memaparkan bahwa Kejaksaan Agung telah mengadopsi pendekatan keadilan restoratif dalam berbagai kasus, termasuk kasus narkotika, dengan mengutamakan rehabilitasi bagi pelaku. Langkah ini menjadi salah satu terobosan dalam sistem hukum Indonesia untuk menciptakan keadilan yang lebih berpihak pada nilai kemanusiaan.

Sebagai penutup, ST Burhanuddin mendorong mahasiswa S3 Hukum UAI untuk tetap berpegang pada idealisme dalam menegakkan hukum yang adil dan berlandaskan nilai-nilai humanis di Indonesia.