Mengeksplorasi Multikulturalisme dan Ekokritisme dalam Literatur “The Island of Missing Trees” karya Elif Shafak bersama Prodi Bahasa dan Kebudayaan Inggris UAI
Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Inggris Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) kembali menyelenggarakan Studium Generale Lecture Series pada Rabu, 6 November 2024, di Auditorium UAI Lantai 3. Mengusung tema “Multiculturalism and Ecocriticism in Literature: The Issues of Diaspora and Displacement in Elif Shafak’s The Island of Missing Trees,” acara ini menghadirkan Dosen Prodi Bahasa dan Kebudayaan Inggris UAI, Sherien Sabbah, S.Sn., M.Hum., dan Dosen Prodi Sastra Inggris Binus University, Paramita Ayuningtyas, S.S., M.Hum.
Sebagai pengantar, Shafak’s The Island of Missing Trees merupakan sebuah karya sastra novel yang ditulis oleh seorang penulis keturunan Turki-Inggris, Elif Shafak. Selain The Island of Missing Trees (2021), ia telah menulis berbagai novel, yaitu The Bastard of Istanbul (2006), The Forty Rules of Love (2009), The Daughters of Eve (2016), dan 10 Minutes 38 Seconds in this Strange World (2019). Dalam karya-karya sastranya, Elif Shafak mengeksplorasi berbagai isu penting, mulai dari peran perempuan dalam masyarakat, benturan budaya antara Timur dan Barat, hingga topik hak asasi manusia dan identitas individu.
Kepala Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Inggris, Era Bawarti, S.IP., M.Hum., membuka acara dengan menyampaikan bahwa kuliah umum ini mengupas hasil penelitian kedua narasumber yang telah dipublikasikan di National Seminar on English Linguistics and Literature UNNES-2022. Beliau juga mendorong mahasiswa untuk menghasilkan penelitian berkualitas yang dapat dipublikasikan di berbagai media.
Pemateri pertama, Sherien Sabbah, menjelaskan bahwa novel The Island of Missing Trees menggambarkan kisah romansa lintas agama antara seorang muslim asal Turki dan seorang Kristen asal Yunani yang bermigrasi ke Inggris. Menurutnya, novel ini tidak hanya mengangkat tema percintaan, tetapi juga mengeksplorasi isu kepemilikan, identitas, memori, trauma, serta hubungan manusia dengan alam dan proses pembaruan.
Terkait metodologi penelitian, ia memaparkan bahwa analisis terhadap karya sastra ini dilakukan melalui sudut pandang multikulturalisme dan ekokritik. Pendekatan ini tidak hanya mengeksplorasi dinamika diaspora, tetapi juga menyoroti isu-isu lingkungan yang menjadi elemen penting dalam cerita.
Pemateri kedua, Paramita Ayuningtyas, menambahkan bahwa novel ini memberikan perspektif mendalam tentang perbedaan pengalaman hidup di tanah kelahiran dan tanah rantau. Ia meniliau bahwa dengan menjadikan pohon tin sebagai narator, Elif Shafak menghadirkan simbol keterkaitan antara rasa memiliki (sense of belongings), lingkungan, dan identitas manusia.
Melalui Studium Generale ini, Prodi Bahasa dan Kebudayaan Inggris menegaskan komitmennya dalam mendorong riset ilmiah yang inovatif dan relevan dengan isu-isu global melalui analisis karya sastra populer.