skip to Main Content
Ada Apa Dengan NEW NORMAL?

Ada Apa Dengan NEW NORMAL?

Serpihan pikiran ini terbawa pada diksi baru yang mengemuka beberapa hari ini, yakni new normal. Diksi ini muncul setelah kurang lebih tiga bulan masyarakat Indonesia berperang melawan virus corona atau Covid-19.

Berbagai kebijakan untuk menanggulangi pandemi Covid-19 dikeluarkan pemerintah. Salah satunya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB pada akhir Maret lalu. Mengutip Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Kebijakan tersebut paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Sempat mengemuka wacana pelonggaran PSBB. Hal ini mendapatkan kritikan dari masyarakat hingga muncul tagar #IndonesiaTerserah di jagat dunia maya. Tagar tersebut sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terutama dari tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanggulangan pandemi Covid-19. Sebab, ditengah mereka sedang berjuang melawan virus yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya, pemerintah maupun masyarakat justru mengabaikan protokol kesehatan seperti social distancing, psyhical distancing maupun tidak memakai alat pelindung diri (APD) ketika beraktivitas di luar rumah.

Kelanjutan wacana pelonggaran PSBB ini adalah istilah konsep/skenario baru yakni new normal. Konsep dari istilah tersebut merupakan salah satu yang ditekankan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Menurut Pemerintah, new normal adalah hidup bersih dan sehat, bukan pelonggaran PSBB. Lebih detailnya new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Protokol untuk mengatur konsep new normal, dalam proses pengkajian dan penyiapan. Salah satunya mengatur protokol kesehatan seperti menjaga kebersihan tangan, menggunakan masker ketika keluar rumah, menjaga jarak, serta menjaga kesehatan dengan asupan makanan dan berolahraga. Protokol ini juga mengatur tata cara berkumpul di luar rumah, makan di restoran hingga beribadah. Sejumlah perusahaan pelat merah pun turut menyusun protokol kesehatan new normal. PT KAI memperbolehkan karyawannya yang berusia di bawah 45 tahun untuk masuk kantor seperti biasa, dengan tetap mengedepankan aturan PSBB di masing-masing wilayah kerja.

Sementara itu, Telkom Group juga telah membentuk satuan tugas internal khusus penanganan Covid-19. Di bidang perbankan juga akan menerapkan protokol kesehatan bagi para nasabah dan karyawannya. Selain itu, bank-bank akan menggencarkan sosialisasi agar masyarakat melakukan transaksi keuangan secara elektronik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sedang mempersiapkan sejumlah skenario terkait tahun ajaran baru 2020/2021 di tengah pandemi Covid-19 yang akan dimulai pada pertengahan Juli mendatang. Namun, pembukaan sekolah kembali menunggu kondisi aman dari dampak pandemi sesuai keputusan Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

Salah satu yang harus diperhatikan pemerintah suatu negara atau wilayah untuk melonggarkan pembatasan terhadap pandemi Covid-19 yaitu mendidik, melibatkan, dan memberdayakan masyarakat untuk hidup di bawah new normal. Pola hidup baru ini harus dijalani setidaknya hingga vaksin atau obat yang efektif untuk menangani Covid-19 ditemukan. Selain itu, keputusan pelonggaran seharusnya berlandaskan data valid (data driven) yang menunjukkan terjadinya penurunan laju penyebaran penyakit. Berikutnya memiliki hubungan kausalitas. Sebelum berbicara new normal, seharusnya fokus untuk mampu mengendalikan penyebaran Covid-19. Sementara, berdasarkan data Gugus Tugas Pemerintah Penangangan Covid-19, sejak kasus pasien positif Covid pertama diumumkan pada awal Maret lalu, per 22 Mei 2020, telah terjadi 20.162 kasus. Rinciannya, 14.046 pasien dirawat, 1.278 pasien meninggal dan 4.838 sembuh.

Selain harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 dapat dikendalikan, negara yang ingin menjalankan skenario new normal harus dipastikan sanggup melakukan tindakan seperti mendeteksi, mengisolasi, memeriksa, melacak orang-orang yang kemungkinan berhubungan dengan pasien; menekan penyebaran di lingkungan berisiko tinggi seperti rumah-rumah lansia hingga tempat-tempat berkerumun; mengukur sistem pencegahan di tempat-tempat kerja; menangani penularan kasus impor; hingga melibatkan aspirasi komunitas dan warga dalam transisi menuju new normal.

Konsep new normal ini akan berdampak beberapa hal. Pertama, kebiasaan mencuci tangan, mengkonsumsi makanan bergizi dan banyak minum air putih dapat mencegah berbagai penyakit. Adapun kondisi ini juga mempengaruhi usia harapan hidup dari masyarakat di era ini. Sebab dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat yang membuat imunitas tubuh tetap terjaga sehingga rentan sakit, sehingga bisa membuat umur panjang.

Kedua, memaksa masyarakat untuk menerapkan gaya hidup stay at home atau di rumah aja. Pada akhirnya, mobilitas akan menurun drastis, masyarakat juga akan diminta selalu menggunakan masker saat bepergian ke luar rumah. Belanja keperluan sehari-hari akan bergantung pada aplikasi atau online. Orang juga akan lebih selektif dalam belanja (kebutuhan vs keinginan).

Ketiga, aktivitas akan lebih banyak terpusat di rumah. Masyarakat juga akan cenderung kembali ke bahan-bahan tradisional atau herbal untuk menjaga kesehatan tubuh. Aktivitas sederhana seperti mencuci tangan hingga berjemur di bawah sinar matahari akan menjadi kegiatan yang kerap dilakukan.

Keempat, optimalisasi virtual bahwa aturan bekerja dari rumah atau work from home hingga sekolah dari rumah akan sangat memanfaatkan teknologi. Ini diperkirakan akan melahirkan generasi rapat virtual. Bahkan konsultasi kesehatan juga akan banyak menggunakan teknologi dengan mengandalkan layanan telemedicine.

Kelima, timbulnya kebersamaan dan rasa senasib sepenanggung. Pada akhirnya, rasa kemanusiaan dan kebersamaan akan sangat diuji dan akan menjadi hal yang berarti di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Munculnya wacana pelonggaran PSBB serta konsep new normal ini juga bisa dikaitkan dengan adanya berbagai prediksi kapan pandemi Covid-19 berakhir. Misalnya, pandemi Covid-19 di Indonesia bakal menurun ke level “ringan” bulan Juli mendatang, setelah memuncak pada Mei 2020. Dengan catatan bahwa selama April hingga Juli 2020, masyarakat Indonesia harus disiplin mencegah penularan Covid-19.

Sementara, salah satu studi terbaru mengenai prediksi kapan pandemi Covid-19 berakhir dirilis oleh Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD). Tim peneliti SUTD membuat pemodelan prediksi yang memperkirakan kapan berakhirnya pandemi Covid-19 di dunia dan sejumlah negara lain, termasuk Indonesia. Studi yang dikerjakan tim SUTD tersebut berbasis pada analisis data kasus yang diperbarui hingga 25 April 2020. Hasil pemodelan SUTD menunjukkan kurva angka kasus pandemi corona di dunia kemungkinan terus melandai pada Mei hingga Juni mendatang. Sekitar 97 persen kasus diperkirakan berakhir pada 29 Mei 2020. Selanjutnya, kurva diperkirakan terus melandai hingga 8 Desember 2020, saat 100 persen kasus berakhir.

Sedangkan di Indonesia, kurva data kasus diperkirakan mulai bergerak melandai pada bulan Mei. Hasil studi SUTD juga memperkirakan 97 persen kasus Covid-19 di Indonesia akan berakhir pada 6 Juni 2020. Selanjutnya, pada 23 Juni 2020, sebanyak 99 persen kasus diprediksi berakhir. Dengan demikian, memasuki awal Agustus angka penambahan kasus baru diperkirakan telah berada pada level terendah.

Prediksi lainnya pernah disampaikan tim peneliti yang dipimpin oleh Guru Besar Statistika UGM, Profesor Dedi Rosadi. Hasil pemodelan matematika yang dikerjakan Dedi menyimpulkan, pandemi Covid-19 di Indonesia diperkirakan berakhir pada penghujung Mei 2020, dengan estimasi jumlah total kasus minimal 6.174 pasien. Analisis yang disampaikan oleh Dedi menunjukkan wabah Covid-19 di Indonesia akan berakhir dalam 100 hari setelah pengumuman kasus pertama. Sementara lonjakan tertinggi angka kasus Covid-19 di Indonesia diprediksi terjadi pada pekan kedua April 2020. Namun, saat mengumumkan hasil studi ini pada awal April lalu, Dedi mengingatkan penurunan angka kasus baru dapat terjadi jika ada langkah pencegahan maksimal. Misalnya, kegiatan mudik ditiadakan dan aktivitas ibadah pada Ramadhan 2020 tidak melibatkan banyak orang di tempat umum, seperti masjid.

Sebenarnya kebijakan yang diambil pemerintah yang memilih opsi penerapan PSBB sudah keliru sejak awal, sehingga istilah konsep new normal ini terkesan membuat diksi baru dan basa-basi dalam penanggulangan Covid-19. Mengapa demikian? Kebijakan PSBB ini juga berbanding terbalik dengan kebijakan pelarangan mudik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Pelarangan mudik tersebut mulai diberlakukan mulai 24 April 2020 sampai dengan 31 Mei 2020 untuk transportasi darat, 15 Juni untuk kereta api, 8 Juni untuk transportasi laut, dan tanggal 1 Juni untuk transportasi udara. Hal ini dapat diperpanjang dengan menyesuaikan dinamika pandemi Covid-19 di Indonesia.

Warga yang dilarang mudik ialah mereka yang berasal dari daerah yang menerapkan PSBB serta daerah zona merah Covid-19 lainnya. Larangan ini akan mengecualikan sejumlah kendaraan agar tetap melintas. Kendaraan yang diperbolehkan melintas hanya angkutan logistik atau sembako, kendaraan pengangkut obat-obatan dan kendaraan pengangkut petugas seperti pemadam kebakaran, ambulans dan mobil jenazah.

Mengapa pelarangan mudik tersebut berbanding terbalik dengan kebijakan PSBB? Sebagai contoh PSBB di DKI Jakarta dan sekitarnya, dimana akibat adanya larangan mudik ini maka terjadi penutupan akses keluar masuk ke wilayah Jabodetabek. Artinya, penutupan akses ini bisa dikatakan sebagai penerapan Karantina Wilayah setengah hati. Penutupan akses tersebut seharusnya lebih cocok jika pemerintah menetapkan Karantina Wilayah atau lockdown.

Kepastian kepada masyarakat atas kebijakan yang diambil dalam penanggulangan Covid-19, harus dilakukan. Utamanya konsisten menerapkan PSBB. Ketidakonsistenan tersebut juga terlihat dengan diterbitkannya Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang memuat aturan soal siapa-siapa saja yang boleh melakukan mobilisasi menggunakan transportasi darat, laut dan udara secara terbatas di tengah larangan mudik akibat pandemi virus Covid-19. Operasional terbatas itu hanya berlaku bagi penumpang dalam rangka tugas kedinasan, pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat, dan perjalanan orang yang anggota keluarganya meninggal.

SE ini juga menimbulkan permasalahan baru, yakni maraknya jual beli surat bodong untuk mudik via online. Surat yang berisi bebas Covid-19 sebagai syarat perjalanan di masa larangan mudik seperti yang diatur dalam SE tersebut dibandrol dengan harga Rp 70 ribu. Pihak Kepolisian melalui Polres Jembrana pun sudah menangkap tiga pelaku yang memperjualbelikan surat kesehatan palsu di sekitar Pelabuhan Gilimanuk, Bali, Rabu (13/4/2020) malam. Pelaku dijerat Pasal 263 dan atau Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Membuat Surat Palsu atau Memalsukan Surat dengan ancaman pidana 6 tahun penjara.

Pada akhirnya, konsep new normal tidak sekedar istilah yang baru, yang kurang bertaji, tetapi harus otentik dan memang ada sesuatu yang bermakna serta memberikan harapan untuk kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Setidaknya ada keamanan dan kenyamanan masyarakat bisa kembali beraktivitas di luar rumah dengan memperhatikan protokol kesehatan, dalam rangka membalikkan keadaan menuju Indonesi Maju.

*) Dr. Suparji Ahmad, Ahli Hukum Universitas Al Azhar Indonesia

Sumber
Bizlawnes

Back To Top