skip to Main Content
Mengkritisi Keterlibatan Ruang Guru Dalam Program Kartu Pra-Kerja

Mengkritisi Keterlibatan Ruang Guru dalam Program Kartu Pra-Kerja

Jakarta, JurnalBabel.com – Program Kartu Pra Kerja yang dicanang oleh Presiden Jokowi secara cepat membelok ke arah penanganan pengangguran. Hal ini dipengaruhi karena wabah maha dahsyat bernama Covid-19 menjungkal ribuan orang dari pekerjaannya, bahkan perkiraan jumlah itu akan menanjak ke angka jutaan orang.

Belakangan, program kartu pra kerja telah dipindah kendalikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Ada banyak hal yang sangat perlu diperhatikan pada program kartu prakerja ini. Antara lain, soal kepesertaan, proses seleksi, persebaran kepesertaan, metode pelatihan, lembaga pelatihan, dan link and match dengan dunia usaha.

Dari sekian banyak hal yang perlu diperhatikan tersebut, keberadaan lembaga pelatihan menjadi hal yang paling disoroti belakangan ini. Sebab, salah satu kunci keberhasilan program ini terletak pada lembaga pelatihan yang diajak kerja sama.

Sebagaimana disebutkan pemerintah, setiap pelatihan kerja yang dilakukan, pemerintah menyiapkan Rp3,55 juta per orang. Dan dari 3,55 juta itu, 1 juta diantaranya akan dipergunakan untuk biaya pelatihan.

Beberapa hari terakhir, sorotan terhadap lembaga pelatihan yang diketahui milik salah satu staf khusus (stafsus) Milenial Joko Widodo Adamas Belva Syah Devara mengiang dan menjadi buah bibir di jagat mayantara. Lembaga pelatihan bernama Ruang Guru itu disebutkan akan menjadi salah satu mitra Program Kartu Pra Kerja milik pemerintah. Sontak kehebohan di publik mencuat karena bau oportunisme tercium di lingkaran tersebut.

Anggota Komisi X DPR Fraksi Partai Gerindra Himmatul Aliyah menyatakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) virtual dengan Kemenparekraf minggu lalu, ia pernah pertanyakan kenapa harus ruang guru, jawabannya karena mereka sudah siap aplikasinya.

Himmatul juga bilang kenapa tidak pakai aplikasi ruang belajar milik pemerintah? Kemdikbud oleh komisi X rekomendasikan untuk belajar daring dengan aplikasi ‘ruang belajar’.

Legislator dari daerah pemilihan DKI Jakarta ini juga sampaikan pula tidak semua pelaku usaha kecil dan ekraf mampu menjangkau sinyal bahkan mungkin gawainya pun bukan smartphone dan mereka tersebar di pedesaan

“Saya sarankan TVRI untuk menjangkau siarannya dalam pembelajaran dan latihan dalam program kartu prakerja. Dan dalam rapat Komisi X saran ini disetujui dan jadi kesimpulan rapat,” ungkap Himmatul saat dihubungi, Kamis (16/4/2020).

Artinya keterlibatan Ruang Guru melanggar kesepakatan. Namun Himmatul enggan menanggapinya. Ia justu meminta hal itu dipertanyakan langsung kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wisnutama.

“Mungkin bisa ditanyakan langsung kepada Menparekraf. Karena kemarin kami menerima aduan pula dari pekerja dan pelaku pariwisata yang terdampak parah, bahwa yang mereka butuhkan dalam masa darurat ini adalah BLT bukan pelatihan daring,” katanya.

Kaji Ulang

Anggota Komisi X DPR Fraksi Gerindra lainnya Martina penyederhanaan program sangat lah penting bagi masyarakat karena secara pisikologis masyarakat sudah sangat berat sekali dalam menghadapi virus Covid-19. Ditambah lagi hilangnya pekerjaan untuk masyarakat.

“Untuk teknis pelatihan Pra-kerja harus dikaji kembali. Sistem rekrutmen harus dikaji kembali agar tidak mempersulit masyarakat,” kata Martina saat dihubungi terpisah.

Selain itu, lanjut Martina, proses verifikasi coba dibuat by virtual yang mana bertujuan untuk memastikan apakah masyarakat yang mendapatkan Kartu Pra-kerja itu yang memang kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki pendapatan akibat pandemi Covid-19.

Martina juga meminta transparansi dalam penunjukan langsung Ruang Guru sebagai Lembaga pelatihan oleh Pemerintah. Lalu apa urgensinya lembaga Ruang Guru menjadi mitra program Kartu Pra-Kerja.

“Kenapa harus lembaga Ruang Guru yang menjadi mitra program Kartu Pra-Kerja?” ujarnya mempertanyakan.

Jika memang di lihat dari Tupoksinya, ia mengakui lembaga tersebut cukup baik atau dapat bermitra dengan beberapa perusahaan startup, yang mana dapat mensuport perekonomian masyarakat itu sendiri.

Sebab itu, Komisi X DPR akan mengawasi kinerja mereka.

Jangan Manfaat Situasi

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Kurniasih Mufidayati menyatakan di tengah situasi pandemi yang telah menimbulkan kerugian pada masyarakat rentan terdampak wabah, hendaknya pemerintah dan para stakeholder tidak menjadikan situasi ini sebagai lahan proyek.

Menurutnya, banyak rakyat menangis karena sudah kesulitan dalam menyambung hidup sehari hari. Inilah saatnya pemerintah dan para stakeholder hadir memberikan perlindungan dan jaminan kesejahteraan minimal kepada rakyat indonesia.

“Ini bukan saat yang tepat memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan-kepentingan tertentu,” kata Kurniasih.

Legislator dari daerah pemilihan DKI Jakarta ini menegaskan pengelolaan Kartu Pra-Kerja bukanlah proyek tapi ini adalah amanah negara dan bangsa untuk membantu para pekerja korban ekonomi di masa pandemi Covid-19 ini. Siapapun pengelolanya harus bertanggung jawab dunia akhirat dalam pengelolaan kartu ini secara transparan, adil dan merata.

“Mari kita saling menjaga, melindungi dan menolong masyarakat terdampak Covid-19, bukan malah sebaliknya. Karenanya kami berpesan, dalam pengelolaan program Kartu Pra-Kerja ini harus pihak yang netral bukan KKN dan tidak ada konflik kepentingan. Juga kami meminta jangan ada pikiran memanfaatkan situasi ini untuk ambil keuntungan di atas derita para pekerja,” paparnya menegaskan.

Jangan PHP

Kurniasih mengatakan jutaan pekerja terdampak pandemi sedang menanti-nanti manfaat kartu. Sebab itu ia meminta jangan berikan PHP kepada mereka yang sedang kesusahan. “Semoga kebersihan dan ketulusan hati masih bisa hadir secara utuh dalam pengelolaan kartu prakerja untuk yang berhak mendapatakannya,” tuturnya.

Alokasi anggaran Rp 20 Triliun untuk Kartu Pra-Kerja pada saat ini adalah nilai yang cukup besar. Setiap pemegang kartu akan mendapat nilai manfaat sebesar Rp 3,5 juta. Sementara untuk insentif pemegang kartu hanya sekitar 600 ribu perbulan. Sisanya adalah untuk pelatihan dan lain lain.

“Pelatihan seperti apa yang bisa diberikan sekarang kami juga belum jelas. Bagaimana teknisnya dan manfaatnya bagi pemegang kartu?” Katanya.

Dia menambahkan saat ini semua mata publik dan dunia sedang menyaksikan upaya pemerintah Indonesia dalam penanganan wabah Covid-19.

Kurniasih juga berharap semoga pemerintah dan stakeholder terkait masih memiliki hati dan semangat nasionalisme untuk jujur, transparan, adil dan merata dalam pengelolaan Kartu Pra-Kerja.

Masih Prematur

Ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad menyatakan untuk menyeret ke pemidanaan masih prematur karena belum ada bukti permulaan yang cukup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut Suparji mengatakan sejauh ini diduga akan menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki sebagai stafsus presiden dengan perbuatan mengambil manfaat untuk kepentingan korporasi yang ada kaitannya dengan yang bersangkutan dalam program Kartu Pra-Kerja.

Sebab itu, Suparji meminta agar tidak menimbulkan polemik, hendaknya segera diperjelas permasalahannya. “Sekiranya ada kesalahan maka perlu ada langkah-langkah yang nyata untuk penertiban kepada yang bersangkutan,” kata Suparji.

Bermasalah Sejak Awal

Suparji Achmad juga mengungkapkan bahwa keberadaan Stafsus Presiden dari awal sudah menimbulkan pertanyaan tentang fungsi dan kompetensinya. Faktanya, lanjutnya, dalam kinerjanya salah satu Stafsus Presiden Jokowi bermaksud menggunakan jabatannya untuk kepentingan perusaahaannya.

Menurutnya, hal tersebut tentunya tidak dibenarkan. Sebab itu, agar tidak terjadi conflic of interest, tambahnya, harus fokus terhadap jabatannya dan tidak boleh merangkap pada institusi lain. “Jika dugaan tadi benar maka harus ada tindakan kepada yang bersangkutan. Kalau nggak bisa fokus jadi Stafsus dan masih ngurusi pekerjaan yang lain, sebaiknya mundur saja,” pungkasnya.

Siap Mundur

Staf khusus Presiden Joko Widodo, Adamas Belva Devara menyatakan siap mundur dari tim staf khusus presiden jika dirinya terbukti ada konflik kepentingan terkait penunjukan Ruangguru sebagai mitra program Kartu Prakerja.

“Saya sedang konfirmasi ulang ke Istana apakah memang ada konflik kepentingan yang ditanyakan teman-teman semua di sini, walaupun saya tidak ikut proses seleksi mitra. Jika ada, tentu saya siap mundur dari stafsus saat ini juga. Saya tidak mau menyalahi aturan apapun,” cuit Belva lewat akun twitternya @Adamasbelva, Kamis (16/4/2020).

Belva mengaku tidak mengikuti proses pengambilan keputusan dalam penunjukan Ruangguru sebagai mitra Kartu Prakerja. Ia mengklaim semua dilakukan independen oleh Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.

Belva mengatakan ada delapan mitra prakerja yang ikut seleksi hingga akhir tahun 2019 dan terbuka secara umum. Kemudian para mitra membuka platform mereka ke platform umum sehingga ada puluhan kandidat mitra.

“Sehingga total mitra yang berpartisipasi di program ini mencapai puluhan mitra. Setahu saya, mitra baru pun juga tinggal daftar saja ke e-commerce,” cuitnya.

Belva menjelaskan proses seleksi mitra prakerja mirip dengan KJP dan KJS. Ruangguru hanya menjadi toko penerima pembayaran kartu prakerja. Penerima manfaat prakerja pun bebas memilih sendiri, membeli dari para mitra yang mereka inginkan, tanpa paksaan dari pihak mana pun.

“Ini bukan penunjukan langsung seperti layaknya pengadaan umumnya,” tegas Belva.

Belva juga mengingatkan kalau program kartu prakerja adalah program kampanye Jokowi pada pertengahan tahun 2019, sementara ia masuk sebagai staf khusus pada November 2019. Di sisi lain program skill academy sudah didirikannya tahun 2019 sebagai ekstensi dari produk Ruangguru lainnya. Program tersebut katanya sudah dilakukan sejak 2019 dengan total pengguna lebih dari 1 juta.

Belva juga mengatakan kalau pihak Istana menganggap dirinya tidak perlu mundur karena posisinya bukan pembuat keputusan. Hal itu membuat dirinya tetap menjadi staf khusus sekaligus CEO Ruangguru.

“Dari awal, pertanyaan pertama saya ke Istana sebelum saya menerima posisi stafsus adalah: apakah saya harus mundur dari perusahaan yg saya rintis? Jawaban Istana jelas: tidak perlu. Itu dasar saya menerima tawaran ini,” pungkas Belva. (Bie)

Sumber
Jurnal Babel

Back To Top