skip to Main Content
Menilik Keberadaan Anak Dalam Pusaran Tindak Kejahatan

Menilik Keberadaan Anak dalam Pusaran Tindak Kejahatan

JAKARTA – Aksi pencurian ponsel ramai diperbincangkan di media sosial beberapa waktu ini. Sebab, pencurian ini melibatkan anak kecil sebagai eksekutornya.

Pada rekaman video yang beredar, tampak seorang pria bersama dengan bocah lelaki di atas sepeda motor. Kemudian, keduanya  masuk ke dalam suatu tempat seperti warung makan.

Lantas pria ini seolah mengalihkan perhatian dengan mengajak pegawai warung berbicara. Selajutnya, pria itu mengisyaratkan kepada bocah lelaki itu untuk mengambil ponsel.

Bocah itu pun berjalan masuk ke bagian dalam warung dan mengambil beberapa ponsel yang tergeletak di atas meja. Kemudian, bocah itu pun langsung berjalan ke luar warung dan disusul oleh rekannya.

Polisi sudah menyelidiki perkara tersebut. Berdasarkan informasi, kejadian itu terjadi di warung nasi yang berada di Jalan Kalibaru Timur, Senen, Jakarta Pusat.

Kapolsek Senen, Kompol Ewo Samono mengatakan, dalam perkara itu belum ada pihak yang melapor sebagai korban pencurian. Meski demikian, kasus ini tetap akan diselidiki dan menangkap para pelaku.

“Belum ada yang melapor tapi kami tetap lidik. Sejauh ini masih kita selidiki,” kata Ewo di Jakarta, Selasa, 12 Mei.

Keterlibatan bocah atau anak kecil dalam aksi kejahatan memang modus baru. Mereka terkadang berperan sebagai pengalih perhatian hingga eksekutor kejahatan.

Pengamat hukum pidana Universitas Al Azhar Suparji Ahmad menyebut, tindak pidana yang melibatkan anak betujuan untuk mengurangi kecurigaan dan meningkatkan persentase keberhasilan ketika beraksi.

Selain itu, melibatkan anak juga bisa menjadi alasan ketika aksinya gagal. Para otak kejahatan akan berpura-pura melindungi mereka dari kemarahan warga atau sebaliknya.

“Bisa dimaksudkan untuk berlindung kepada anak dengan tujuan untuk supaya penjahatnya tidak dihukum dengan alasan untuk menyelamatkan anak,” kata Suparji dihubungi VOI.

Keterlibatan anak dalam tindak pidana bukan tanpa alasan. Menurut Suparji, anak yang terlibat biasanya hidup di lingkungan yang keras. Sehingga, mereka terlatih untuk melakikan hal-hal yang melanggar aturan.

Tetapi, ada kemungkinan lainnya. Anak yang terlibat kejahatan bisa juga karena mendapat tekanan. Dalam hal ini, anak-anak itu tidak selalu terlibat dalan aksi pencurian.

“Ya ada kedua kemungkinan tersebut tapi lebih banyak (karena) berada dalam lingkungan tersebut,” tegas Suparji.

Kemudian, dalam penanganan hukum terhadap anak pun tak bisa sembarangan. Hukum pidana bukanlah langkah yang tepat untuk mereka. Sebaiknya, anak-anak yang terlibat kejahatan harus menjalani pembinaan untuk bisa hidup lebih baik.

“Untuk anak bisa dilakukan restorative justice. Dilakukan pembinaan sesuai konsep diversi dalam Undang-Undang Perlindungan Anak,” pungkas Suparji.

Sumber
voi

Back To Top