Ahli Harap Tak Ada Warga Dikriminalisasi Pasca-SKB Pedoman UU ITE
Jakarta – Menkominfo Johnny G Plate, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Harapannya, tidak ada lagi pasal karet dalam penegakan UU ITE. Benarkah?
Menanggapi hal itu, ahli hukum pidana, Suparji Ahmad, menyambut baik atas dikeluarkannya SKB tersebut. Suparji menilai bahwa SKB bisa dijadikan sebagai pedoman penegakan hukum.
“Saya menyambut baik ada SKB tersebut yang bisa digunakan sebagai pedoman penegakan hukum ITE. Akan tetapi, SKB itu bukan sebagai produk hukum dalam bentuk perundang-undangan,” kata Suparji dalam keterangan pers kepada wartawan, Senin (28/6/2021).
Suparji berharap pedoman ini dapat menjadi rujukan dalam menafsirkan pasal-pasal yang dianggap sebagai pasal karet. Meski demikian, Suparji menekankan bahwa sejauh ini penafsiran pasal bukan masalah satu-satunya dalam penegakan UU ITE.
“Akan tetapi, disparitas penegakan hukum dalam kasus ITE yang dirasakan masyarakat patut menjadi perhatian serius. Penegak hukum harus lebih adil, transparan, dan akuntabel,” jelasnya.
Selain itu, SKB ini dapat menjadi pertimbangan dalam revisi UU ITE. Menggunakan SKB ini, kata dia, dapat mengatasi masalah multitafsir pasal.
“Jangan sampai ada masyarakat yang dikriminalisasi karena menyampaikan pendapatnya. Penafsiran hukum harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian,” pungkas pengajar Universitas Al Azhar, Jakarta, itu.
Berikut ini isi lengkap SKB Pedoman UU ITE:
a. Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.
b. Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
d. Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
e. Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.
f. Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.
g. Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.
h. Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.
Sumber