Wacana Jokowi 3 periode dinilai irasional, tak hormati UUD 1945
Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai wajar bila masyarakat menolak wacana tiga periode yang digaungkan relawan Jokowi-Prabowo Subianto atau JokPro 2024. Menurut Suparji, konstitusi sudah mengamanatkan presiden dibatasi dua periode.
“Seruan penangkapan penggagas yang trending di sosmed (sosial media) menunjukkan adanya ekspresi ketidaksetujuan dengan deklarasi itu,” kata Suparji dalam keterangannya, Minggu (19/6).
Suparji menjelaskan, Pasal 9 UUD 1945 menyatakan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Dengan demikian, wacana presiden tiga belum memiliki legitimasi hukum positif. “Maka presiden tiga periode pada saat ini belum sesuai konstitusi,” paparnya.
Terkait apakah penggagas wacana tersebut bisa ditangkap karena mengkampanyekan presiden tiga periode, Suparji menilai perlu ada pendalaman. Menurutnya, hal itu bisa didalami adanya unsur dalam Pasal 14 atau 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Penyebaran Berita Bohong yang menimbulkan keonaran.
“Karena konstitusi mengatakan bahwa jabatan presiden dan wapres hanya bisa dua periode. Tetapi kok memberitakan untuk dicalonkan lagi,” jelasnya.
Di sisi lain, Suparji mengatakan menggaungkan narasi presiden tiga periode sangatlah tidak tepat di tengah kondisi Indonesia yang sedang melawan Pandemi Covid-19.
“Menyuarakan hal itu memang hak berekspresi dalam iklim demokrasi. Tapi tidak tepat jika disampaikan saat ini mengingat Indonesia sedang berupaya menangani Covid-19,” lanjut Suparji.
Suparji berharap narasi ini segera dihentikan. Menurutnya, akademisi dan peneliti atau aktivis politik lebih baik bernarasi sesuai dengan konstitusi dan teori politik maupun bernegara dengan baik dan benar. “Akademisi bertugas meluruskan narasi-narasi yang bertentangan dengan konstitusi. Bukan justru mengatasnamakan rakyat untuk melanggarnya,” kata dia.
Cari sensasi
Senada, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie, mengingatkan, Undang-Undang Dasar 1945 tentang Masa Jabatan Presiden tidak perlu diamandemen. “Apakah perlu ada reformasi jilid II? Jokowi saja menurut survei, banyak yang tak menginginkan nyapres tiga periode,” kata Jerry kepada Alinea.id.
Menurutnya, kelompok yang ngotot Jokowi tiga periode kehabisan amunisi politik dan mencari sensasi. “Ini bagian marketing politik yang irasional, yang tidak menghormati konstitusi dan UUD 45. Jabatan presiden hanya dua periode atau 10 tahun,” tegasnya.
Justru dia berharap muncul calon baru yang memberikan gagasan konkret untuk bangsa Indonesia. “Tak perlu ada tiga periode, banyak pemimpin pengganti Jokowi. Ada Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Agus Harimurti Yudhoyono, Sandiaga Uno, dan tokoh muda lainnya. Jadi Indonesia tak kekurangan pemimpin,” jelasnya.
Jerry menambahkan, Indonesia menganut sistem demokrasi. Mengacu pada konstitusi dan menghapuskan sistem otoritarianisme. “Mendiang Presiden Soeharto lengser lantaran dia memerintah lebih dari dua periode. Apabila jabatan presiden tiga periode dilegalkan maka ini akan mengarah ke sistem otoritarian,” tegas Jerry.
Sumber