Dalam era digital yang serba cepat, mahasiswa dituntut untuk tidak hanya cerdas dalam menyerap informasi, tetapi juga bijak dalam menyaringnya. Melalui Presidential Communication Officer (PCO) Goes to Campus, pemerintah ingin mempererat sinergi dengan dunia kampus guna meningkatkan literasi digital serta membangun kesadaran intelektual dalam menangkal penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Program Studi Hubungan Internasional Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) bersama dengan Kantor Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia menyelenggarakan PCO Goes to Campus pada Senin, 30 Juni 2025. Acara ini berlangsung di Auditorium UAI mulai pukul 13.30 hingga 16.00 WIB. Kegiatan ini mengusung tema “Literasi Digital dan Tanggung Jawab Intelektual: Sinergi Pemerintah dan Kampus Menangkal DFK (Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian).”
PCO Goes to Campus merupakan bagian dari program Public Outreach yang diinisiasi oleh Satuan Tugas Komunikasi Kepresidenan. Program ini bertujuan untuk membumikan visi Asta Cita, Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), dan 17 Program Prioritas Presiden Prabowo Subianto kepada generasi muda, termasuk melalui kampus-kampus di Indonesia.
Acara dibuka dengan sambutan dari Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. Beliau menekankan bahwa PCO Goes to Campus merupakan inisiatif penting untuk menguatkan peran mahasiswa sebagai corong informasi yang benar di tengah masyarakat. “Mahasiswa sebagai calon intelektual dan yang sudah menjadi intelektual harus melatih diri untuk menyaring informasi. Jangan sampai kita terpecah belah hanya karena disinformasi,” tutup Rektor.
Dalam sesi PCO Goes to Campus, Kepala Komunikasi Kepresidenan RI, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa salah satu tantangan terbesar di era digital saat ini adalah hadirnya simulakra. Konsep ini menggambarkan bagaimana representasi suatu hal, baik berupa gambar, citra, atau simbol, bisa menjadi lebih dominan dibandingkan kenyataan aslinya. Ia juga menjelaskan ada tiga tingkatan simulakra, yaitu representasi, distorsi realitas, dan hiper realitas.
Hasan Nasbi memaparkan bagaimana media sosial telah berubah menjadi ruang hiper realitas. “Tanda hiper realitas pada sosial media ditandai dengan budaya flexing, pencitraan berlebihan, dan ketergantungan pada viralitas,” ucapnya. Menurut pemateri, fenomena DFK (Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian) kini mendominasi ruang digital. Sebagai solusi, mahasiswa diajak kembali ke dunia nyata dengan langkah skeptis, klarifikasi, literasi, dan kesadaran kritis.
Acara turut diramaikan dengan sesi tanya jawab interaktif. Para peserta dari berbagai program studi antusias untuk mengajukan berbagai pertanyaan seputar penyebaran informasi di era media sosial kepada narasumber.
Tak hanya seminar, kegiatan ini juga menjadi ajang pengumuman pemenang lomba video kreatif Instagram Reels tingkat nasional untuk siswa SMA/sederajat. Lomba ini diselenggarakan oleh Program Studi Hubungan Internasional Universitas Al-Azhar Indonesia, dengan tema “8 Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2024”. Juara pertama diraih oleh Fauzil Adim, Eri Herdiansyah, dan Rahmat Prabowo dari MA Madarijul Huda.
Kegiatan ini menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan mahasiswa. Melalui diskusi yang terbuka, acara ini mendorong peningkatan kapasitas intelektual dan etika dalam bermedia. Mahasiswa pun diajak berperan aktif menjaga ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab.
Ingin jadi bagian dari generasi muda yang kritis, diplomatis, dan berwawasan global? Yuk, daftar sekarang di tempat yang tepat, Program Studi Hubungan Internasional Universitas Al-Azhar Indonesia. Di sini, kamu akan mengasah kemampuan analisis, komunikasi strategis, serta berperan aktif dalam isu-isu internasional, termasuk diplomasi digital dan literasi global.
- PCO Goes to Campus
- PCO Goes to Campus
- PCO Goes to Campus


