Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang mencapai sekitar 237 juta jiwa atau 86,7% dari total penduduknya, tengah mengukuhkan posisinya sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah global pada tahun 2025. Ambisi ini bukan sekadar mimpi, melainkan visi yang didukung oleh kemajuan signifikan. Dari peringkat kesembilan dunia pada tahun 2014, Indonesia telah melonjak drastis ke posisi ketiga dalam keuangan syariah global per Agustus 2025. Lebih membanggakan lagi, negara ini telah menjadi pemimpin global di sektor fesyen Muslim, menduduki peringkat pertama dunia. Lompatan ini menunjukkan komitmen kuat dan upaya terpadu dari berbagai pihak untuk mewujudkan Indonesia sebagai pemain kunci di panggung ekonomi syariah internasional.

Bank Indonesia (BI) memegang peranan sentral dalam memandu arah ini, dengan Gubernur Perry Warjiyo secara konsisten menekankan pentingnya Indonesia menjadi “arus baru” dalam ekonomi syariah global. BI telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi keuangan syariah pada kisaran 4,8% hingga 5,6% untuk tahun 2025, sebuah peningkatan dari proyeksi tahun sebelumnya. Meskipun target pembiayaan perbankan syariah direvisi menjadi 8% hingga 11% dari sebelumnya 11-13% akibat dinamika ekonomi global, fokus pada literasi tetap tinggi. BI menargetkan tingkat literasi keuangan syariah mencapai 50% pada tahun 2025, melonjak signifikan dari 16% pada tahun 2020 dan 40% saat ini. Pemulihan ekonomi keuangan syariah domestik juga didukung oleh sektor rantai nilai halal yang tumbuh 4,0% secara tahunan pada 2024, dengan pangsa terhadap PDB meningkat menjadi 25,45%.

Kinerja institusi keuangan syariah utama juga menunjukkan tren positif. Bank Syariah Indonesia (BSI), hasil merger tiga bank syariah besar pada Februari 2021, kini menjadi salah satu bank syariah terbesar di Asia. Per 31 Maret 2025, BSI melaporkan laba bersih sebesar Rp 1.878,797 miliar, meningkat dari Rp 1.707,184 miliar pada periode yang sama tahun 2024. Secara keseluruhan, total aset keuangan syariah di Indonesia telah mencapai Rp 9.529,21 triliun pada awal tahun 2025, dan per Agustus 2025, aset ini telah mencapai 51,42% dari total aset keuangan nasional, didominasi oleh sukuk negara. Indonesia juga memimpin di antara negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dalam jumlah kesepakatan investasi di industri halal, dengan 40 transaksi senilai total 1,6 miliar dolar AS pada tahun 2023.

Dukungan pemerintah juga semakin terstruktur. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) akan bertransformasi menjadi “Badan Ekonomi Syariah” dalam waktu dekat, menunjukkan komitmen untuk otonomi kelembagaan yang lebih besar. Inisiatif “Halal Indo 2025” bertujuan menjadikan Indonesia produsen produk halal terkemuka dunia, dengan target ambisius mencapai 10 juta produk bersertifikat halal pada tahun 2025. Meskipun demikian, tantangan masih ada, seperti kesenjangan literasi yang masih perlu ditingkatkan dari 40% menuju 50%, serta keterbatasan sumber daya manusia di mana sekitar 80-90% personel di sektor ekonomi syariah belum memiliki latar belakang pendidikan khusus di bidang ini. Pasar halal global yang diproyeksikan mencapai $3,2 triliun pada tahun 2027 menawarkan peluang besar yang harus dimanfaatkan.

Untuk mencapai visi Indonesia sebagai pusat keuangan syariah global, diperlukan solusi dan strategi konstruktif. Pertama, inovasi produk keuangan syariah harus lebih mendalam, tidak sekadar adaptasi model konvensional, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang dinamis. Kedua, program pelatihan dan pendidikan komprehensif perlu diintensifkan untuk mengatasi kesenjangan SDM yang mencapai 80-90%. Ketiga, harmonisasi regulasi, khususnya untuk instrumen keuangan sosial seperti zakat dan wakaf, harus dipercepat agar potensi penghimpunan dana ZIS nasional yang ditargetkan BAZNAS sebesar Rp 50 triliun dapat dimaksimalkan untuk dampak sosial-ekonomi. Keempat, fokus pada pengembangan sektor makanan halal perlu ditingkatkan untuk mengejar posisi teratas di tingkat global. Dengan kontribusi yang diproyeksikan mencapai 45,66% terhadap PDB nasional, ekonomi syariah semakin menjadi pilar sentral yang akan mendorong keadilan ekonomi, stabilitas, dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Ditulis oleh : Dr. Kuncoro Hadi, S.T., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI).

Sumber : rm.id