Lanskap perbankan syariah Indonesia memasuki fase persaingan yang kian intensif, dipicu oleh mandat spin-off unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional. Bank Syariah Indonesia (BSI), sebagai pemain dominan, saat ini menguasai sekitar 50% dari total bisnis perbankan syariah di Tanah Air. Industri ini sendiri diproyeksikan tumbuh positif pada tahun 2025, dengan Bank Indonesia merevisi target pembiayaan perbankan syariah menjadi 8-11%. Total aset keuangan syariah di Indonesia telah mencapai Rp 9.529,21 triliun pada awal 2025, dengan perbankan syariah menyumbang lebih dari Rp 900 triliun pada 2024. Meskipun demikian, pangsa pasar perbankan syariah nasional masih relatif kecil, tercatat 7,31% per Mei 2025.

Dua spin-off besar yang akan mengubah peta persaingan adalah PT Bank CIMB Niaga Syariah dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN). CIMB Niaga Syariah, yang disetujui RUPSLB pada 26 Juni 2025, ditargetkan beroperasi penuh pada Mei 2026. Mereka membidik kenaikan pembiayaan emas sebesar 20% pada tahun 2025. Sementara itu, BTN Syariah menargetkan penyelesaian spin-off pada Oktober atau November 2025, setelah mengakuisisi Bank Victoria Syariah senilai Rp 1,5 triliun. Kedua entitas baru ini memiliki target ambisius untuk mencapai aset sebesar Rp 100 triliun, dengan BTN Syariah bahkan bercita-cita menjadi bank syariah terbesar kedua dalam 2-3 tahun pasca-spin-off.

Menghadapi gelombang persaingan ini, BSI memperkuat posisinya dengan kinerja keuangan yang solid. Pada Kuartal I-2025, BSI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,87 triliun, menunjukkan pertumbuhan sehat 10% secara tahunan (YoY) dari Rp 1,70 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Bank ini juga mempertahankan rasio pembiayaan bermasalah bruto (NPF gross) yang membaik menjadi 2,08% dan rasio kecukupan modal (CAR) yang kokoh sebesar 21,04% pada tahun 2023. BSI juga memiliki visi ambisius untuk menjadi “Top 10 Global Islamic Bank”, didukung oleh langkah konkret seperti peningkatan status kantor perwakilan di Dubai menjadi kantor cabang penuh.

Inovasi keuangan sosial menjadi pembeda utama BSI. Bank ini mengalokasikan Rp52,4 triliun untuk pembiayaan sosial pada tahun 2024, sebagai bagian dari total portofolio pembiayaan berkelanjutan sebesar Rp 66,49 triliun. Komitmen ini sejalan dengan target pengumpulan dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) nasional sebesar Rp50 triliun, dengan Kementerian Agama menargetkan peningkatan 10% dalam pengumpulan zakat pada tahun 2025. BSI juga memanfaatkan platform digitalnya, seperti BYOND by BSI, untuk meningkatkan inklusi keuangan, yang saat ini baru mencapai 12,7% di Indonesia.

Meskipun Bank Muamalat mencatatkan peningkatan laba bersih signifikan 40,47% pada Kuartal II-2025 dan Bank Mega Syariah membukukan pembiayaan Rp 8,64 triliun pada Kuartal I-2025 (naik 23,5% YoY), dominasi BSI dengan pangsa pasar 50% tetap menjadi fondasi kuat. Dengan strategi multi-segi yang mencakup ekspansi global, transformasi digital, dan komitmen mendalam pada keuangan sosial, BSI tidak hanya siap menghadapi persaingan yang memanas, tetapi juga berposisi untuk memimpin pertumbuhan keseluruhan ekosistem keuangan syariah di Indonesia.

Ditulis oleh : Dr. Kuncoro Hadi, S.T., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI).

Sumber : rm.id