
Ilustrasi manfaat Program MBG (Gambar: Dibuat dengan AI)
Writer : Kuncoro Hadi
Editor : UJANG SUNDA
Gerakan Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah program prioritas nasional, tengah menunjukkan wajah transformatifnya dengan data per Agustus 2025 yang menyoroti dampak ganda terhadap gizi dan ekonomi. Di satu sisi, inisiatif ini berfungsi sebagai pilar vital dalam percepatan penurunan angka stunting. Di sisi lain, program ini muncul sebagai motor ekonomi lokal, menciptakan permintaan pasar stabil yang memberdayakan jutaan pelaku usaha kecil. Analisis mendalam menunjukkan bahwa program ini bukan sekadar intervensi bantuan sosial, melainkan sebuah investasi strategis dengan angka-angka konkret yang menggerakkan roda pembangunan dari akar rumput.
Dampak Ekonomi program ini terlihat jelas dari dinamika anggaran yang telah berjalan. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 71 triliun dalam APBN 2025 untuk mendanai program ini. Meskipun realisasi anggaran pada paruh pertama tahun ini tercatat relatif kecil, yaitu Rp 5 triliun, angka tersebut mencerminkan fase phased rollout yang terencana. Komitmen pemerintah diperkuat dengan proyeksi anggaran tahun 2026 yang melonjak drastis hingga Rp 335 triliun, sejalan dengan target ambisius untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat, naik dari target awal 17,98 juta orang di tahun 2025. Perputaran uang dari program ini telah mencapai puluhan triliun rupiah per Agustus 2025, dengan klaim bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan dapat memicu perputaran hingga lima rupiah di masyarakat. Ini menciptakan “permintaan yang stabil” (constant demand) terhadap bahan pangan lokal, yang sangat penting bagi ketahanan pangan nasional.
Di tingkat mikro, program ini menciptakan ekosistem bisnis yang memberdayakan. Keterlibatan UMKM masif, dengan sebanyak 3.084 UMKM, 149 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan 2.334 pemasok lainnya menjadi bagian dari rantai pasok. Setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) setidaknya melibatkan 15 pemasok lokal, menciptakan alur kerja profesional dan kemitraan business-to-business yang berkelanjutan. Studi kasus dari peternak telur menunjukkan dampak positif yang sangat nyata. Presiden Peternak Layer Indonesia, Ki Musbar Mesdi, menyatakan bahwa peternak mendapatkan pasar yang jelas dan stabil dengan kebutuhan mencapai 1.875 ton telur per minggu, bahkan lebih baik dari program bantuan sosial sebelumnya. Kondisi ini mendorong warga desa untuk memulai usaha pertanian atau peternakan baru karena adanya pembeli yang jelas dan terjamin dari pemerintah.
Dari sisi gizi, program ini bertindak sebagai akselerator positif. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan prevalensi stunting nasional turun menjadi 19,8% dari 21,5% pada tahun 2023, melampaui target tahun 2024 yang sebesar 20,1%. Program ini kini menjadi instrumen utama untuk mencapai target yang lebih ambisius, yaitu menurunkan angka stunting menjadi 18,8% pada akhir 2025 dan 14,2% pada tahun 2029.
Tetapi, implementasi program ini tidak luput dari tantangan, khususnya terkait keamanan pangan. Pada Agustus 2025, terjadi insiden keracunan yang menjadi sorotan, seperti 178 siswa dari tiga SMP di Sleman, Yogyakarta, dan 12 siswa SD di Bandung yang diduga keracunan. Menanggapi hal ini, Badan Gizi Nasional (BGN) menargetkan penambahan 19.000 unit SPPG baru untuk memastikan tidak ada kasus serupa di masa mendatang.
Untuk memastikan program ini menjadi motor ekonomi yang berkelanjutan, pemerintah harus memprioritaskan perbaikan yang konstruktif. Perlu ada penguatan pada sistem rantai pasok dan manajemen operasional untuk menjamin kualitas dan keamanan makanan, sehingga insiden keracunan tidak mengganggu kepercayaan pasar. Disparitas anggaran dan realisasi yang terjadi pada tahun 2025 menunjukkan perlunya strategi yang lebih matang dalam mengintegrasikan para pelaku ekonomi, dari petani hingga UMKM, ke dalam ekosistem program.
Dengan demikian, program ini tidak hanya berfungsi sebagai pembeli, tetapi juga sebagai katalisator yang mendorong peningkatan kapasitas dan profesionalisme pelaku usaha lokal. Mengoptimalkan peran UMKM dan petani akan menjamin program ini menjadi investasi jangka panjang yang tidak hanya menyehatkan anak-anak, tetapi juga menyejahterakan fondasi ekonomi bangsa
Kuncoro Hadi
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Al Azhar Indonesia
Sumber : RakyatMerdeka.id