Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang mulai berlaku Sabtu (3/7/2021) hingga 20 Juli mendatang di Jawa dan Bali dilakukan pemerintah sebagai pemenuhan kewajiban asasi negara untuk melindungi seluruh warga negaranya. Karena itu, tidak berlebihan bila peraturan perundang-undangan pun menegaskan bahwa mereka yang melanggar PPKM tersebut bisa dikenakan hukuman pidana.
Pernyataan tersebut dikemukakan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Prof Dr Agus Surono, S.H., M.H, mencermati penetapan PPKM Darurat yang diberlakukan pemerintah.
“Kebijakan Pemerintah terkait pemberlakuan PPKM Mikro secara nasional dan PPKM Darurat untuk wilayah Jawa dan Bali ini sesuai dengan kewajiban negara untuk melindungi seluruh warga negaranya sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang merupakan salah satu konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara selain konsensus lainnya, yaitu Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelas Prof Agus.
“Semua itu sering kita sebut sebagai empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara, yang harus dipedomani oleh segenap komponen bangsa tanpa kecuali,” imbuh Wakil Rektor UAI yang tengah menjalani pendidikan di Lemhannas tersebut.
Untuk pemenuhan kewajiban negara tersebut Prof Agus menyatakan sangat mengapresiasi Presiden Jokowi yang memberikan arahan untuk segera memberlakukan PPKM Darurat pada Kamis (1/7/2021) lalu. Arahan tersebut segera ditindaklanjuti dengan Instruksi Mendagri No 15 Tahun 2021.
“Arahan cepat dan tegas dari Presiden tersebut menunjukkan bahwa Presiden tidak hanya memahami, melainkan juga segera memenuhi dan melaksanakan tanggung jawabnya terkait persoalan kesehatan masyarakat yang merupakan hak asasi manusia,” kata Prof Agus.
Ia tak lupa mewanti-wanti soal adanya hubungan kausalitas atau sebab-akibat antara HAM dengan kesehatan yang satu sama lain saling memengaruhi.
“Seringkali akibat dari pelanggaran HAM adalah gangguan terhadap kesehatan, demikian pula sebaliknya, pelanggaran terhadap hak atas kesehatan juga merupakan pelanggaran terhadap HAM,” kata Prof Agus.
Karena itu, menurut Prof Agus, wajar bila dalam Inmendagri Nomor 15/2021 itu pun termuat sanksi yang tegas. Kepada gubernur, bupati atau wali kota yang tidak melaksanakan ketentuan yang ditegaskan dalam Inmendagri dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut, hingga pemberhentian sementara sebagaimana diatur Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Sementara bagi mereka yang melanggar kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya dalam penanganan pandemi Covid-19 ini, bisa diberikan sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam berbagai undang-undang antara lain, dalam KUHP, UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit menular,” kata Prof Agus.