Terkait Penegakan Hukum di Tahun 2021, Ini Catatan Pakar Pidana
JAKARTA – Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad memberikan catatan terkait penegakan hukum selama tahun 2021. Menurutnya ada prestasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, namun juga ada yang perlu dievaluasi. Yang perlu diapresiasi, menurut Suparji adalah penegakan hukum kasus korupsi. Ia menilai, tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus ASABRI merupakan langkah tepat dan berpihak pada keadilan masyarakat. “Tuntutan tersebut mencerminkan keadilan masyarakat, karena yang bersangkutan tidak merasa bersalah bahkan berupaya membela diri. Praktek korupsi yang sudah mendarah daging harus disudahi dengan penindakan hukum tegas,” kata Suparji dalam keterangan pers kepada AJNN, Minggu (2/1/2022).
Penindakan terhadap oknum aparat penegak hukum yang menyimpang juga dilakukan. Menurutnya, supremasi hukum tanpa memandang bulu harus digalakkan ke depannya agar penegak hukum benar-benar melayani masyarakat. “Kita berharap tidak ada oknum kepolisian yang menolak laporan korban tindak pidana. Misalnya dalam kasus pelecehan seksual atau perampokan,” ulasnya. Langkah Satgas BLBI, kata Suparji, yang berupaya menyelesaikan kasus BLBI layak diapresiasi. Namun, Satgas yang kewenangannya sangat besar patut dilakukan pengawasan agar tidak terjadi Abuse of Power. Kasus BLBI menurut Suparji juga tak hanya diselesaikan melalui perdata, tapi pidana.
“Jika hanya diselesaikan lewat perdata maka sama halnya mengkerdilkan masalah dan melukai nurani hukum. Karena kasus ini sangat kental nuansa pidananya,” tuturnya Selain itu, ia juga menjelaskan hal yang patut menjadi evaluasi para penegak hukum. Suparji mencontohkan kasus mafia tanah yang belum bisa surut. Terlebih, korban mafia tanah sudah banyak dengan kerugian yang sangat besar. “Lalu penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kita berharap banyak terhadap Kejaksaan yang digawangi bapak ST. Burhanuddin menuntaskan pelanggaran HAM berat melalui mekanisme hukum. Karena setiap pelanggaran HAM berat, yang menjadi korban pasti rakyat kecil,” tutur Suparji.
Suparji juga mendukung 9 rencana program Kejaksaan Agung. Ia menegaskan bahwa rencana tersebut sangat bagus terutama dalam soal penuntutan berdasarkan hati nurani dan penuntasan pelanggaran HAM berat. “Diharapkan di tahun 2022 jajaran korps Adhyaksa merealisasikan rencana program tersebut. Sehingga kedepan penegakan hukum yang berpihak pada keadilan dan sesuai nurani masyarakat benar-benar terwujud,” katanya.
Kejaksaan, kata dia, perlu memantau pelaksanaan dilapangan terhadap program strategis yang untuk kepentingan masyarakat, karena banyak di lapangan masih terjadi penyimpangan. Antara lain pogram pemerintah pencegahan Covid-19 salah satunya karantina kesehatan yang belum maksimal, terindikasi ada yang lolos karena ada dugaan kolusi dengan petugas. “Pelaksanaan karantina kesehatan bagi warga negara Indonesia yg baru masuk Indonesia, seperti para TKI juga terindikasi dimainkan petugas,” tukasnya.
Sumber