Jakarta- Orangtua dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) selama ini sulit menemukan informasi perihal asupan gizi bagi anak-anak mereka. Sementara ABK terus tumbuh dan berkembang selayaknya anak-anak biasa.

Untuk menjawab kesulitan tersebut, satu tim mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) mengedukasi secara langsung 21 orangtua yang memiliki ABK. Para orangtua belajar tentang pedoman gizi seimbang dan literasi digital.

Tim mahasiswa ini merupakan peserta  Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKMPM). Program ini mendapatkan pendanaan langsung dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemdiksatisaintek.

Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat merupakan salah satu program unggulan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Dikti Ristek. Dalam program ini tim mahasiswa UAI mendapatkan pendanaan sejumlah Rp.5,5 juta. Tim ini terdiri dari lima orang mahasiswa dari Prodi Gizi dan Ilmu Komunikasi UAI. Selama pelaksanaan kegiatan, tim mahasiswa mendapatkan pendampingan dari dosen.

Edukasi seputar gizi ini berlangsung pada 25-27 Agustus 2025 di SLB Ulaka Penca Jakarta Selatan. Di hari pertama, para  orang tua belajar mengenai pentingnya gizi seimbang bagi ABK, serta pelatihan literasi digital. Materi bertujuan agar orangtua dapat membedakan informasi gizi yang akurat dan terhindar dari hoaks yang banyak beredar di internet.

“Kegiatan edukasi gizi ini bener-bener nambah pengetahuan dan wawasan saya”, ujar Suparmi.

Sementara itu di hari kedua, tim mahasiswa UAI mengajak para orangtua belajar dengan metode Emo-Demo.  Emo-Demo merupakan metode edukasi gizi yang menggunakan emotional demonstration untuk menyampaikan pesan gizi dengan cara yang menyenangkan dan menyentuh emosi orangtua.

“Dalam Emo-Demo ini para orangtua diajak mempraktikkan asupan makanan dengan alat bantu berupa pasir dan bola pingpong. Pasir adalah analogi cemilan dan bola pingpong merupakan analogi dari makanan gizi. Pasir dan bola pingpong selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas yang diibaratkan sebagai perut anak. Di sini, para orangtua diajak berpikir langsung tentang apa yang sebaiknya diberikan kepada anak-anak mereka,” jelas Nisa Nurrohmah, mahasiswa Program Studi Gizi UAI.

Tidak hanya orangtua, para ABK juga dilibatkan sebagai peserta dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Di hari ketiga, mereka diajak mewarnai gambar dengan tema makanan bergizi. Kegiatan ini dibuat interaktif dan menyenangkan agar terjalin ikatan emosi antara fasilitator dengan peserta.

“Kami tidak menyangka ternyata adik-adik SLB sering melakukan sentuhan fisik. Mereka begitu antusias menyambut kedatangan tim mahasiswa saat berada di lingkungan sekolah. Sebagian ada yang lupa menanyakan siapa kami, ada juga yang menawarkan makanan ataupun mainan. Ternyata adik-adik SLB punya cara yang unik dalam menarik perhatian. Saya bahkan pernah dilamar dengan sebuah cincin mainan,” ujar Kevin Andrianto, mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UAI.

Selain belajar langsung di kelas, para orangtua juga mendapat booklet dan video edukatif yang bisa dijadikan referensi tentang pedoman gizi seimbang dan literasi digital. Ruvira Arindita selaku dosen pendamping berharap literasi gizi dapat dipraktekkan dengan baik oleh orangtua sehingga ABK tetap terpenuhi hak gizinya.

Awalnya para orangtua ABK merespon negatif kehadiran tim fasilitator yang akan menyampaikan edukasi. Namun, berkat pendekatan dialogis secara bertahap, para orangtua ini memahami pentingnya edukasi gizi bagi mereka. Beruntung SLB Ulaka Penca menjadi mediator yang baik antara fasilitator dan orangtua ABK sehingga kegiatan ini berjalan lancar. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi sekolah dan komunitas lain dalam mendukung pemenuhan gizi anak-anak ABK melalui pendekatan kolaboratif dan berbasis literasi digital.

Penulis : Ruvira Arindita, S.I.Kom., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi (S1)

Sumber : sindonews.com