Begini Saran Pakar Hukum Atas Keberatan KPK Terkait Rekomendasi Ombudsman Soal TWK
AKURAT.CO, Keberatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI (ORI) terkait dugaan maladministrasi dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menambah panjang polemik alih status pegawai KPK. ORI diminta segera memberikan respon atas penolakan tersebut.
“Apakah memang rekomendasi tidak sesuai dengan fakta, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau ada faktor yang lain,” kata Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad dalam keterangannya, Sabtu (7/8/2021) di Jakarta.
Di sisi lain, Suparji juga meminta KPK memberikan alasan yang jelas dan konkret atas penolakan tersebut. KPK tidak cukup dengan alasan bahwa lembaganya mandiri dan tidak bisa diintervensi.
“Memang benar bahwa KPK mandiri, tetapi tak bisa juga menolak tanpa alasan dan argumentasi yang jelas. Maka, KPK harus memberikan penjelasan mengapa terjadi keberatan, mengapa tidak dapat mengikuti rekomendasi tersebut,” terangnya
Suparji juga mempertanyakan mengapa tidak ada transparansi soal TWK jika KPK merasa di jalan yang benar. Sebab, hulu dari rekomendasi ORI adalah TWK yang dinilai maladministrasi.
Seharusnya jika memang benar, KPK sejak awal memberikan penjelasan konkret dan tidak menyisakan polemik di tengah masyarakat. Jangan kemudian tidak melaksanakan rekomendasi karena sudah merasa benar, akan tetapi tidak ada transparansi atas TWK itu. “Terlebih ini menyangkut hak para pegawai yang diberhentikan karena tak lolos TWK,” sambungnya.
Bila antara ORI dan KPK tak ada jalan keluar, maka masyarakat akan semakin bingung. Lembaga mana yang harus didengarkan. Sebab, keberadaan keduanya dijamin undang-undang.
“Jangan sampai kerja lembaga negara yang dijamin oleh satu undang-undang menjadi tidak bermakna, antusiasme publik menunju rekomendasi tadi seperti tidak ada pengaruhnya,” tutur Suparji.
Sebelumnya, KPK melayangkan surat keberatan kepada ORI atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP). LAHP itu terkait adanya dugaan penyimpangan prosedur dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti yang dilaporkan Novel Baswedan cs.
“KPK menyampaikan keberatan berdasarkan landasan hukum Pasal 25 ayat 6 b dan karenanya kami kemudian akan menyampaikan surat keberatan ini sesegera mungkin besok (Jumat, 6 Agustus 2021) pagi ke Ombudsman RI,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/8/2021).
Ghufron menyampaikan landasan lembaganya merespons atas LAHP itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang tata cara penerimaan, pemeriksaan, dan penyelesaian laporan. Lebih jauh Ghufron menilai ORI telalu mencampuri urusan internal KPK.
“Ketatanegaraan ini sesungguhnya mendirikan Ombudsman untuk apa? Untuk memberikan komplain dari publik yang diberikan oleh penyelenggara negara, termasuk KPK,” kata Ghufron.
Ghufron menjelaskan bentuk layanan publik yang diberikan KPK, contohnya: menerima laporan, pengaduan, mentersangkakan seseorang, mendakwa seseorang hingga melaksanakan putusan pengadilan.
“Kalau mereka yang mengadu, yang dilayani oleh KPK tidak puas, dianggap ada malaadministrasi silakan adukan ke Ombudsman, tapi kalau ada urusan mutasi, urusan kepegawaian, itu adalah urusan internal,” ujarnya. Ghufron menegaskan bahwa urusan kepegawaian KPK bukan merupakan ranah yang bisa dipermasalahkan Ombudsman.
Sedangkan Ketua ORI Mokhammad Najih menyebut, setidaknya terdapat tiga dugaan pelanggaran yang ditemukan dalam proses TWK, yakni terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan tahap penetapan proses asesmen TWK.
Sumber