Gaya Blusukan Ala Risma, Karakter atau Manuver?
TEMPO.CO, Jakarta – Sejak dilantik menjadi Menteri Sosial, Tri Rismaharini atau Risma kerap blusukan di DKI Jakarta. Ia menemui para tunawisma di sejumlah titik di Ibu Kota dan menjanjikan penghidupan lebih layak kepada mereka. Aksi Risma ini mendapat sorotan masyarakat dan menuai pro kontra.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyebut gaya blusukan itu adalah karakter Risma sejak menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
“Karakter kepemimpinan Bu Risma setiap kunjungan ke daerah itu turun dan menyapa rakyat, khususnya mereka yang miskin, yang terpinggirkan, yang diperlakukan tidak adil,” kata Hasto dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 Januari 2021.
Namun, sejumlah pengamat justru menilai tindakan Risma ini tidak memiliki urgensi di tengah kondisi pandemi dan sarat akan kepentingan politik.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyebut, semestinya Risma fokus membenahi data penerima bantuan sosial atau bansos serta membuat terobosan-terobosan mengatasi dampak sosial akibat pandemi Covid-19.
“Terobosan program bansos, tidak sekadar mentransfer uang ke masyarakat saja, tapi bagaimana program ketahanan keluarga selama pandemi terbangun,” ujar Nirwono, Jumat, 1 Januari 2021.
Lebih jauh, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin membaca langkah Risma ini sebagai manuver politik menuju Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2022.
“Prediksi saya, Risma akan didorong oleh PDIP untuk maju pada Pilgub DKI Jakarta berikutnya, entah itu dilaksanakan tahun 2022 atau tahun 2024,” ujar Ujang saat dihubungi Tempo pada Rabu malam, 6 Januari 2021.
Masuknya Risma sebagai Menteri Sosial, dibaca sebagai langkah pertama untuk memperkuat popularitasnya di Jakarta. Dalam perspektif politik, kata Ujang, blusukan Risma di daerah yang dipimpin Anies Baswedan itu bukan hanya sekadar blusukan.
“Ada maksud dibalik itu. Pertama dia tentu ingin memberikan kritik kepada Anies Baswedan bahwa di Jakarta masih banyak warga yang tidak mendapat perhatian, sementara Anies banyak mengunggah kemajuan di Jakarta di media sosialnya. Banyak mendapat penghargaan, dan lain-lain,” ujar Ujang.
Risma dianggap akan menjadi simbol perlawanan baru bagi kelompok-kelompok yang selama ini tidak suka dengan Anies. “Setelah Ahok gagal terpilih di Jakarta, kelompok-kelompok ini tidak lagi punya tokoh politik yang bisa menghadapi Anies. Dan Risma akan mengisi ruang kosong itu,” ujarnya.
Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan Kemensos, Herman Koswara menyebut tudingan-tudingan itu terlalu berlebihan. Menurut Herman, sikap Risma jelas sebagai Menteri Sosial ingin melakukan pemetaan terhadap permasalahan sosial yang ada.
“Beliau ingin melihat lebih dekat. Bagaimanapun Menteri Sosial, ya, urusannya permasalahan-permasalahan sosial yang konteksnya tentu tak terlepas dari manusia,” ujar Herman saat dihubungi terpisah.
Menurut Herman, Risma tidak pula mengesampingkan urusan pembenahan data bansos dan berbagai dampak sosial akibat pandemi dengan kegiatan blusukan yang dilakukannya. “Bansos kan tetap berjalan, tapi bukan berarti program lainnya harus ditinggalkan, mesti seiring sejalan semuanya,” ujarnya.
Sejak hari pertama bertugas sebagai Menteri Sosial, Tri Rismaharini langsung ‘tancap’ gas blusukan ke sejumlah titik di Ibu Kota. Di antaranya mengunjungi kolong jembatan di wilayah Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat yang menjadi tempat bermukimnya tunawisma.
Sumber