Hasil Survei Sebut Elektabilitas PDIP Tertinggi, Ujang Komaruddin: Kalau Objektif Itu Janggal
FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik Ujang Komarudin meragukan hasil survei Charta Politik yang menempatkan PDIP sebagai parpol dengan elektabilitas tertinggi.
Ujang menilai, survei ini bisa digunakan PDIP untuk memenangkan kembali Pemilu 2024 atau tiga kali kemenangan berturut-turut.
Demikian disampaikan pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin saat dihubungi Pojoksatu, di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
“Bisa jadi ini keinginan PDIP untuk menjadi sejarah dalam perpolitikan Indonesia,” katanya.
Namun, keinginan PDIP untuk menang di Pilpres 2024 agak sedikit sulit, lantaran belakangan ini banyak kasus yang merugikan PDIP.
“Seperti kasus Harus Masiku dan RUU HIP. Belum lagi soal kepemimpinan Jokowi saat ini yang dianggap rakyat tak bagus,” tuturnya.
Menurutnya, hal itu juga akan mempengaruhi elektoral PDIP di pilpres 2024 nanti. Terkait hasil survei yang baru saja dirilis Chartika Politika, sambungnya, itu masih perlu dipertanyakan.
Karena masih banyak publik yang meragukan hasil survei tersebut. “Apakah surveynya objektif atau tidak. Karena kalau objeftif itu janggal,” pungkasnya.
Diketahui, Elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih tinggi dalam survei yang dilakukan Charta Politika terkait elektabilitas partai politik dalam Pileg 2024.
Elektabilitas parpol ini asumsi bila pileg dilakukan dengan metode tertutup. PDIP masih berada di peringkat pertama dengan elektabilitas sebesar 20,5 persen.
“Disusul Partai Gerindra dengan 14,2 persen, Golkar 10,3 persen, PKB 8,7 persen, PKS 8,1 persen,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, Rabu (22/7).
Selanjutnya Partai Nasdem (8,0 persen), Partai Demokrat (6,0 persen), PAN (2,3 persen), PPP (2,2 persen), Perindo (1,7 persen), dan PSI (1,6 persen).
Di luar partai tersebut, elektabilitasnya masih di bawah satu persen. Dengan elektabilitas tersebut menunjukkan bahwa PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2019 masih menjadi idola meski belakangan diterpa beragam isu. (muf/pojoksatu)
Sumber
Fajar