skip to Main Content
Mengelola Stres Di Masa Pandemi Covid-19

Mengelola Stres di Masa Pandemi Covid-19

Webinar Sharing for Indonesia (S4I) Periode ke-15 Universitas Al Azhar Indonesia
Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan global. Secara luas, pandemi ini telah menyebabkan terjadinya multiple stress yang dialami banyak orang, mulai dari kekhawatiran akan tertular Covid-19, khawatir meninggal dan kehilangan anggota keluarga, hingga stres karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau karena kesulitan ekonomi. Data World Health Organization (2020) menunjukkan lebih dari 264 juta orang dari segala usia menderita stres hingga depresi.

Karena itulah diperlukan manajemen stres dalam menghadapi berbagai kompleksitas persoalan selama pandemi. Sebagai Dosen Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), Universitas Al Azhar Indonesia, penulis berbagi tips terapi manajemen stres melalui webinar bertajuk “Manajemen Stres Berbasis pada Kesadaran Diri di Masa Pembelajaran Jarak Jauh”. Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), Sabtu, (25/9), sebagai bagian dari program Sharing for Indonesia (S4I) Periode ke-15 tahun 2021, Universitas Al Azhar Indonesia.
Tujuan kegiatan ini antara lain adalah untuk memberikan penyuluhan tentang manajemen stres yang meliputi terapi fisik dan psikis, terapi syukur (grateful therapy), terapi ikhlas (sedona method therapy), dan self awareness dengan pendekatan psikologi profetik.
Ketika muncul gejala stres, terapi awal yang bisa dilakukan antara lain melakukan relaksasi, banyak minum air putih, berolahraga, memijat bagian tubuh yang tegang seperti leher dan pundak, beristirahat yang cukup, menjaga pola makan yang sehat, menyalurkan hobi, dan menghindari rokok, alkohol, apalagi narkoba.

Bentuk terapi stres berikutnya adalah banyak bersyukur (grateful therapy). Terapi ini untuk melatih diri mengambil kontrol dari situasi yang dihadapi dan mencegah munculnya perasaan sebagai korban (Reker, 1994). Miller (2005) merumuskan 4 langkah sederhana untuk belajar bersyukur yaitu, mengenali pikiran-pikiran tidak bersyukur atau tidak berterimakasih, merumuskan pikiran-pikiran yang mendukung rasa syukur, menggantikan pikiran-pikiran tidak bersyukur dengan pikiran-pikiran yang mendukung rasa syukur, dan menerjemahkan perasaan dalam diri menjadi perilaku yang tampak.

Terapi stres selanjutnya adalah ikhlas (acceptance), menerima, dan tawakal (sedona method therapy). Terapi ini berupa kemampuan untuk menerima dan melepaskan segala tekanan dengan nyaman dan bahagia atau proses letting go (Dwoskin, 2005). Terapi ini disebut juga dengan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Hal penting dalam terapi ini adalah aspek religiusitas, yaitu adanya proses keikhlasan, kepasrahan, dan doa atas masalah yang dihadapi individu.

Dr dr Achmad Ushuluddin MKes

Sumber

Kumparan

Back To Top