MUI Adalah Mercusuar Umat Islam, Jangan sampai Hilang
JawaPos.com – Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menolak keras wacana pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurutnya, MUI selama ini menjadi rujukan dalam penegakan hukum bahkan pembentukan perundang-undangan.
Adapun heboh soal pembubaran MUI lantaran, Anggota Komisi Fatwa MUI Ahmad Zain an-Najah (ZN) ditangkap oleh Densus 88 Antiteror terkait dugaan tindak pidana terorisme. “Eksistensi MUI sangat diperlukan, baik bagi masyarakat atau pemerintah. Karena MUI menjadi rujukan dalam hal persoalan keumatan serta kenegaraan. Desakan pembubaran ini jelas tak berlasan dan cenderung berlebihan,” ujar Suparji kepada wartawan, Sabtu (20/11).
Suparji juga menyebutkan bahwa MUI bisa menjadi rujukan dalam hal penegakan hukum. Dia mencontohkan dalam kasus penodaan agama. Jika ada penodaan agama, maka sikap keagamaan MUI menjadi rujukan untuk membawa pelaku jeruji besi.
“Jadi MUI bisa menjadi mercusuar permasalahan umat. Jika mercusuar ini hilang, maka umat tidak punya rujukan dan justru berbahaya. Karena jika terjadi penodaan agama, masyarakat berpotensi melakukan penghakiman sendiri,” tuturnya.
Ia juga menyebutkan bahwa beberapa fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab, keberadaannya sering dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah.
Selain itu, MUI juga menjadi wadah ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia. Maka dari itu, keberadaan MUI sangat penting untuk menjaga sendi-sendi persatuan di Indonesia. “Jika umat Islam yang mayoritas ini tak punya wadah dan bergerak sendiri-sendiri, maka bangsa kita bisa terbelah. Adanya MUI untuk mempersatukan kita,” ungkapnya.
Sebelumnya, Densus 88 menangkap Ahmad Zain an-Najah di Perumahan Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (16/11). Dalam operasi penangkapan tersebut, Densus 88 juga menangkap dua nama lainnya di lokasi terpisah, yakni atas nama Anung al-Hamad (AA), dan Farid Ahmad Okbah (FAO).
Tiga yang ditangkap tersebut, diduga memiliki keterkaitan dengan aktivitas jaringan terorisme Jamaah Islamiyah (JI). Selama ini, JI dicap sebagai salah satu kelompok atau jaringan terorisme global. Indonesia pun juga memasukkan jaringan tersebut sebagai kelompok terorisme. (*)
Sumber