PENGAMAT Universitas Al Azhar: Kepala Daerah Jangan Manfaatkan Bansos Demi Politik Pencitraan
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA — Sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air mulai awal Maret 2020, dampaknya tidak hanya aspek kesehatan, tapi juga ekonomi hingga sosial.
Perlahan tapi pasti, banyak karyawan yang dirumahkan atau bahkan di-PHK karena tempat kerja mereka terdampak pandemi Covid-19.
Menyikapi hal itu, pemerintah kemudian memberikan bantuan sosial berupa sembako kepada masyarakat, yang kemudian diganti dengan bantuan langsung tunai.
Namun belakangan, banyak juga pihak swasta, komunitas maupun perorangan yang juga tergerak memberikan bantuan, bentuknya macam-macam.
Sementara itu pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengingatkan, kepala daerah jangan memanfaatkan program bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan politik dengan memoles citra kepemimpinan sendiri.
Ujang Komaruddin, di Jakarta, Minggu (19/9/2021), mengatakan, distribusi bansos harus berlandaskan pemikiran untuk mengurangi beban masyarakat miskin karena terdampak Covid-19.
“Data bansos jangan dipolitisir, tapi mesti diperbaiki. Tugas kepala daerah bukan untuk memutarbalikkan data, tapi untuk memperbaikinya, agar data kemiskinan dan masyarakat miskin bisa diperbaiki,” kata dia.
Ujang mengatakan, bansos itu harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan politik, bukan berdasarkan pada kepentingan politik kepala daerah.
“Oleh karena itu, para politisi yang menjadi kepala daerah mestinya sadar diri agar jangan berpikir untuk kepentingan politik semata,” kata Ujang yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR).
Menurut dia, kepala daerah harus berjuang dan memperjuangkan hak rakyat miskin penerima bansos, yakni dengan tidak mengotak-atik atau memanipulasi data bansos.
Komisi II DPR
Sementara itu Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, pemimpin daerah harus punya citra dan membuat citra melalui perilaku, tindakan, kebijakan, program, dan kegiatan yang arif dan solutif sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya.
Dia menilai perlu ada instansi yang bertanggung jawab penuh atas penyajian dan pembaruan data kemiskinan secara digital, real time, dan terbuka.
“Dengan mendayagunakan unit pemerintahan terbawah secara partisipatoris, sehingga dari waktu ke waktu bisa up to date,” kata dia.
Menurut dia, Komisi II meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengawasi pemutakhiran data bansos oleh pemerintah daerah.
Zulfikar pun memberikan saran agar bansos bisa lebih cepat diterima masyarakat penerima manfaat.
“Bentuk tunai dan pakai jasa perbankan. Penerima manfaat harus punya rekening dengan saldo awal yang sangat ringan, dan saldo bisa diambil semua tanpa biaya administrasi,” ujarnya pula.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, kepentingan politik kepala daerah kerap menghambat perbaikan data penerima bansos.
Kepala daerah sering bermain dengan data demi memoles citra kepemimpinannya.
Suharso menjelaskan pembaharuan data calon penerima bansos atau perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dimandatkan peraturan perundang-undangan setiap enam bulan sekali.
Proses pembaharuannya merupakan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Sosial.
Sumber
wartakota