skip to Main Content
RUU HIP Dan Akar Trauma Umat Islam Terhadap Komunisme

RUU HIP dan Akar Trauma Umat Islam Terhadap Komunisme

Jakarta, CNN Indonesia — Sejumlah ormas Islam menggelar rangkaian aksi menolak keberadaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Kekhawatiran kebangkitan komunisme mendasari penolakan elemen ormas Islam terhadap RUU yang dianggap berpotensi ‘memeras’ Pancasila.

Aksi berawal saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan maklumat tentang RUU HIP pada Jumat (12/6). MUI menyatakan sikap menolak RUU tersebut karena dinilai mendegradasi Pancasila.

“Kami pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia,” salah satu petikan dalam Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan MUI Provinsi Se-Indonesia, pada Jumat (12/6).

Maklumat itu disusul pernyataan sikap sejumlah ormas Islam terhadap RUU HIP. Isu antikomunisme selalu melekat dalam penolakan. Aksi bermunculan, dimotori PA 212, FPI, dan GNPF Ulama. Aksi didominasi tajuk Apel Siaga Ganyang Komunis.

Peneliti politik LIPI Siti Zuhro menilai gelombang penolakan terhadap komunisme tak terlepas dari faktor sejarah. Umat Islam, kata dia, punya memori buruk terhadap gerakan komunisme.

Misalnya pada tragedi 1948 di Madiun. Siti menyebut hingga saat ini umat Islam masih terngiang pembantaian ulama dan santri di Pesantren Takeran yang dimotori PKI.

“Umat Islam, NU pun punya memori buruk karena masyarakat NU juga pernah dibantai,” kata Siti saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (7/7).

Memori buruk itu dilanjutkan saat Orde Baru. Rezim kala itu, kata Siti, memosisikan komunisme dan PKI sebagai musuh bersama masyarakat.

Rezim demi rezim berganti, ingatan buruk soal komunisme masih hidup bersama umat Islam. Siti menyebut ingatan itu bisa bangkit kembali sewaktu-waktu, seperti yang terjadi beberapa tahun belakangan.

“Komunisme jadi common enemy (musuh bersama). [Gelombang aksi] terjadi karena ada yang merasa terancam, umat Islam merasa terancam dengan isu kebangkitan,” tuturnya.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai penolakan isu komunisme semakin menguat sejak Pilpres 2014.

Saat itu, Joko Widodo berseberangan dengan ormas Islam, terutama garis keras. Jokowi selalu dituding sebagai keturunan kader PKI. Begitu pula PDIP yang disebut menampung keturunan PKI sebagai kader.

“Sebagian orang menyederhanakan Jokowi dan PDIP bahwa komunisme itu sebagai satu yang ada dalam diri mereka. Padahal tidak,” tutur Ujang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (7/7).

Ujang menyebut kondisi itu berlangsung hingga hari ini. Terlebih saat publik mengetahui ada RUU HIP yang diusulkan PDIP tidak mencantumkan Tap MPRS XXV/1966 tentang pelarangan komunisme, amarah ormas Islam pun memuncak.

“Isu ini akan terus berjalan, apalagi ada RUU HIP sebagai pemicunya. Ini harus jadi perhatian elite bangsa untuk tidak terus mengembangkan isu ini,” ucap dia.

Sumber
CNN

Back To Top