UU Sepakat Di Meja Makan
JAKARTA – DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Padahal, sejumlah kontra dan usulan masih bergulir. Sejumlah pihak juga menilai, jika legislatif terlalu terburu-buru.
Direktur Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin secara tegas menyatakan jika pemerintah dan DPR memang sudah mendesain untuk segera mengesahkan Omnibus Law dalam waktu singkat. Apapun alasannya, tetap disahkan.
“Mereka sudah punya desain dan skenario. Ini sama dengan UU KPK. Masih banyak demo. Tapi bisa dikondisikan tetapi akhirnya disahkan. Aspirasinya apa, usulannya apa,” ujarnya kepada Fajar Indonesia Network, Senin (5/10).
Ia menilai, jika pemerintah dan negara tidak hadir dalam kepentingan rakyat. Demokrasi seharusnya mengaspirasi kepeningan rakyat. “Jika ini memang skenario mereka. Tetapi kepentingan rakyat, buruh, tidak ada. Kenapa harus disahkan?” kata Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia ini.
Ia melanjutkan, dimana-mana parlemen itu mengikuti kepentingan rakyat. Bukan terburu-buru untuk mengesahkan Undang-Undang. “Kita ingin para elite politik memiliki sifat negarawan. Saya justru tidak melihat hal itu,” katanya.
Minimnya oposisi juga dianggap sebagai mulusnya Omnibus Law disahkan. Ujang mengatakan, jika ini adalah melapetaka bagi demokrasi. Suara dan aspirasi rakyat kurang didengar. Bahkan, rapat-rapat di DPR, katanya hanya sebatas diskusi.
“Ini yang saya sudah katakan dari dulu. Undang-undang sepakat di meja makan. Bukan di ruang rapat. Kalau memang di ruang sidang, PKS dan Demokrat memiliki pandangan lain, seharusnya ini masih perlu pembahasan,” bebernya.
Kemarin, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi UU. Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, “Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama maka sekali lagi saya memohon persetujuan di forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?” tanyanya.
Seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna tersebut menyatakan setuju RUU Ciptaker menjadi UU.
Sebelum mengambil keputusan, seluruh fraksi telah menyampaikan pandangannya terkait dengan RUU tersebut, yaitu enam fraksi menyatakan setuju, satu fraksi memberikan catatan (Fraksi PAN), dan dua fraksi yang menyatakan menolak persetujuan RUU Ciptaker menjadi UU (Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS).
Setelah itu, pemerintah memberikan pandangannya terkait dengan draf akhir RUU Ciptaker sebelum diambil keputusan. Dalam penjelasannya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Baleg bersama Pemerintah dan DPD RI telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali terdiri atas 2 kali rapat kerja, 56 kali Rapat Panja, dan 6 kali Rapat Tim Perumus/Tim Penyusun (Timus/Timsin).
“RUU Ciptaker hasil pembahasan terdiri atas 15 bab dan 185 pasal yang berarti mengalami perubahan dari sebelumnya 15 bab dan 174 pasal,” ujarnya.
Sementara itu, Plh Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan fraksinya menyampaikan delapan catatan kritis. “Namun harus disadari, Fraksi PAN tentu tidak bisa sendiri dalam menyuarakan dan memperjuangkannya. Karena itu, tidak heran jika tidak semua catatan kritis itu bisa diakomodir dan dimasukkan dalam UU,” kata Saleh.
Catatan kritis pertama, pembahasan RUU Cipta Kerja ini terlalu tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Karena itu, menurut dia, tidak berlebihan jika kemudian dikatakan bahwa hasil dari RUU ini kurang optimal.
Kedua, menurut dia, dari sektor kehutanan, aturan yang ada dalam UU Omnibus Law masih mengesampingkan partisipasi masyarakat. Catatan ketiga, dari sektor pertanian. (selengkapnya lihat grafis).
“Fakta bahwa tanpa membuka keran impor saja, daya saing komoditas pertanian kita sulit dikendalikan. Fraksi PAN menilai bahwa pengendalian harga komoditas pertanian yang dapat melindungi konsumen dan petani sekaligus, belum menjadi agenda dalam RUU Ciptaker,” katanya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Asan. Ia menegaskan bahwa fraksinya menolak RUU Ciptaker disetujui menjadi Undang-Undang.
“Berdasarkan argumentasi tersebut, Fraksi Demokrat menolak RUU Cipta Kerja, kami nilai banyak hal yang perlu dibahas secara komprehensif, utuh dengan melibatkan semua stakeholder agar tidak berat sebelah dan tercipta lapangan kerja,” kata Marwan.
Dia mengatakan ada lima catatan penting F-Demokrat (selengkapnya lihat grafis) terkait RUU tersebut, pertama, sejak awal fraksi menilai tidak ada urgensi RUU Ciptaker di tengah krisis pandemi COVID-19. Menurut dia, seharusnya prioritas negara saat ini adalah mengatasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi. (khf/fin)
Sumber
radarcirebon