skip to Main Content
Jokowi Anggap Kritik Mahasiswa Sebagai Hal Biasa

Jokowi Anggap Kritik Mahasiswa Sebagai Hal Biasa

Presiden Joko Widodo menganggap kritikan dari sejumlah mahasiswa sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang biasa terjadi di sebuah negara demokrasi

Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara terkait kritikan yang dilayangkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) terhadap dirinya. Para mahasiswa dalam kritikannya tersebut menjuluki Jokowi sebagai The King of Lip Service alias Raja Pembual, karena kerap mengobral janji manis kepada masyarakat yang tidak pernah terealisasikan.

Jokowi mengatakan sejak menjabat sebagai kepala negara, dirinya sudah banyak mendapatkan kritik bahkan julukan dari berbagai pihak terkait kebijakan-kebijakan yang dibuatnya selama ini.

“Itu kan sudah sejak lama. Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang saya itu planga-plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter, kemudian ada juga yang ngomong, saya ini bebek lumpuk, dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini Bapak Bipang, dan terakhir ada menyampaikan tentang the king of lip service,” ungkap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/6).

Berbagai kritikan ini, menurutnya, adalah bentuk kebebasan berekspresi para mahasiswa di negara demokrasi sehingga cukup lumrah terjadi.

“Jadi ya kritik boleh-boleh saja. Dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi. Tapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopan santunan. Ya saya kira biasa saja, mungkin mereka sedang belajar, mengekspresikan pendapat. Tapi yang saat ini penting kita semuanya bersama-sama fokus untuk penanganan pandemi COVID-19,” jelasnya.

BEM UI: Kami Tidak Akan Menurunkan Postingan Kritik

Dikutip dari Kompas TV, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra memastikan bahwa pihaknya tidak akan menghapus postingan meme Presiden Jokowi sebagai “The King of Lip Service”.

BEM UI, kata Leon, juga telah memenuhi panggilan rektor universitas untuk menjelaskan mengapa pihaknya melakukan propaganda yang mengkritik pernyataan Jokowi yang menurut mereka tidak sesuai dengan realita yang ada. Ia menegaskan, pihaknya tidak sembarangan dalam melontarkan kritikan tersebut, karena sudah mempunyai dasar kajian terlebih dahulu.

“Dan dari keterangan tersebut nantinya akan membahas mengenai tindak lanjut dari propanganda yang kami buat. Namun kami dari BEM UI menegaskan dan memastikan bahwa kami tidak akan menurunkan dan men-take down postingan tersebut karena kami merasa kritikan yang kami berikan sudah mempunyai dasar kajian terlebih dahulu. Tindak lanjutnya, siang ini kami akan memposting atau kemudian meng-upload infografis yang sudah kami buat sejak lama namun akan kami upload ulang sebagai penjelasan dari propaganda yang kami lakukan,” ungkap Leon.

BEM UI, menurut Leon, menganggap Jokowi kerap mengobral janji manis namun realitasnya tidak sesuai kenyataan.

“Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu di demo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya,” ungkap salah satu cuitan @BEMUI_Official, seperti dikutip VOA.

Semua perkataan Jokowi tersebut, menurut BEM UI, mengindikasikan bahwa perkataan yang dilontarkannya tidak lebih dari sekedar bentuk “lip service’”.

“Berhenti membual, rakyat sudah mual!,” lanjut cuitan dari @BEMUI_Official.

Pengamat: Kritik Hanya Akan Dianggap Angin Lalu

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan kritik dari BEM UI terhadap Jokowi merupakan sebuah kritik yang biasa dan normal sebagai bagian daripada untuk mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.

“Hal yang lumrah, yang wajar dan itu merupakan bagian daripada sikap intelektual dari mahasiswa yang di mana, mereka adalah sebagian daripada calon pemimpin bangsa ke depan. Dan saat ini kondisi bangsa yang sedang tidak baik-baik saja, misalnya utang yang begitu besar, penanganan COVID-19 yang belum terkendali, lalu janji-janji kampanye Jokowi yang dianggap tidak dipenuhi, nah ini menjadi problem kebangsaan sendiri, yang hari ini mulai dikritisi oleh mahasiswa,” ungkapnya kepada VOA.

Menurutnya, gerakan mahasiswa tersebut seharusnya mendapatkan dukungan dari semua pihak terutama universitas, yang sebaliknya justru memanggil pengurus BEM UI dan menyuruh untuk menghapus kritikan terhadap Jokowi.

Lanjutnya, melihat reaksi Jokowi terhadap kritikan mahasiswa tersebut merupakan langkah yang tepat, untuk meredam situasi agar tidak tambah memanas di tengah situasi pandemi COVID-19 yang belum mereda.

“Justru bagus reaksinya, karena kalau reaksinya menolak justru akan memperparah kritikan itu. Cuma memang yang harus kita lihat adalah, mestinya ucapan Pak Jokowi itu harus dari hati yang terdalam. Jangan nanti apa yang diucapkan dengan yang dilakukan berbeda. Itu yang menjadi kritikan para mahasiswa itu,” jelasnya.

Meski begitu, ia tidak yakin kritikan dari mahasiswa tersebut akan berdampak signifikan terhadap perbaikan jalannya pemerintahan ke depan. Berdasarkan dari pengalaman yang ada, biasanya kritikan publik hanya akan dianggap angin lalu oleh para pejabat di negeri ini.

“Kritikan itu kan banyak dan sering. Bagaimana kurangnya publik, dan mahasiswa mengkritik, seperti jangan merevisi UU KPK, karena KPK dilemahkan bahkan dibunuh, tapi kan pemerintah yakni Jokowi dan DPR direvisi, bagaimana publik juga menginginkan UU Omnibus Law, Cipta Kerja itu tidak disahkan, tetapi kan mereka mengesahkan. Tapi kan kritikan itu sangat keras. Bahkan rakyat demonstrasi, tapi kan angin lalu. Berdasarkan fakta ini dan fakta lainnya, saya tidak yakin kalau ada perbaikan-perbaikan di kemudian hari,” pungkasnya. [gi/ab]

Sumber

voaindonesia.com

Back To Top